Pengertian Melukat dan Makna Melukat
Pengertian Melukat dan Makna Melukat
Pengertian Melukat dan Makna Melukat. Melukat adalah kata yang sering kita dengar sebagai umat Hindu. Namun apakah anda sudah memahami apa sebenarnya Melukat ini? Nah untuk lebih jeasnya silakan simak penjelasan dibawah ini.
Melukat berasal dari kata “lukat” dalam Bahasa Kawi-Bali berarti bersihin, ngicalang. Jika dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “lukat” berarti melepaskan (tentang barang yang dilekatkan). Kemudian mendapat awalan “me” menjadi melukat yang diartikan melakukan suatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat dinilai kurang baik melalui upacara keagamaan secara lahir dan batin.
Dalam Pustaka Suci “Manawa Dharma Sastra” Bab V sloka 109, dinyatakan sebagai berikut :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibresihkan dengan kebijaksanaan.
Apabila makna dan arti sloka tuntunan ini dihayati secara mendalam, maka melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala), sedangkan untuk sarana penyucian menggunakan Tirtha Penglukatan, yang mana telah dimohonkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh pemimpin upacara melalui doa,puja dan mantram dengan diikuti oleh yang akan melukat.
Melukat berasal dari kata “lukat” dalam Bahasa Kawi-Bali berarti bersihin, ngicalang. Jika dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “lukat” berarti melepaskan (tentang barang yang dilekatkan). Kemudian mendapat awalan “me” menjadi melukat yang diartikan melakukan suatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat dinilai kurang baik melalui upacara keagamaan secara lahir dan batin.
Makna Melukat
Melaksanakan upacara melukat merupakan salah satu usaha untuk membersihkan dan menyucikan diri pribadi agar dapat mendekatkan diri pada yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang tak lain merupakan tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah Maha Suci dan tentu merupakan sumber Kesucian. Maka sangat diperlukan adanya kesucian dalam pribadi kita untuk dapat mendekatkan diri dengan Beliau yang Maha Suci. Dan dengan melukat merupakan salah satu upayanya.Dalam Pustaka Suci “Manawa Dharma Sastra” Bab V sloka 109, dinyatakan sebagai berikut :
“Adbhir gatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyti,cidyatapobhyam buddhir jnanena cuddhyatir.”Artinya :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibresihkan dengan kebijaksanaan.
Apabila makna dan arti sloka tuntunan ini dihayati secara mendalam, maka melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala), sedangkan untuk sarana penyucian menggunakan Tirtha Penglukatan, yang mana telah dimohonkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh pemimpin upacara melalui doa,puja dan mantram dengan diikuti oleh yang akan melukat.
Jenis Upacara Melukat
Jika ditinjau dari pelaksanaan dan tujuan upacaranya. Ada 7 macam upacara melukat, yaitu sebagai berikut :
Melukat Astupungku, untuk membersihkan dan menyucikan malapetaka seseorang yang diakibatkan oleh Pengaruh hari kelahiran dan Tri Guna (Satwam, Rajas, Tamas) yang tidak seimbang dalam dirinya.
Melukat Gni Ngelayang, untuk pengobatan terhadap seseorang yang sedang ditimpa penyakit.
Melukat Gomana, untuk penebusan Oton atau hari kelahiran yang diakibatkan oleh pengaruh yang bernilai buruk dari Wewaran dan Wuku. Misalnya pada mereka yang lahir pada wuku Wayang.
Melukat Surya Gomana, untuk melepaskan noda dan kotoran yang ada pada diri Bayi. Misalnya pada saat Nelu Bulanin.
Melukat Semarabeda, untuk menyucikan Sang Kama Jaya dan Sang Kama Ratihdari segala noda dan mala pada upacara Pawiwahan (Perkawinan).
Melukat Prabu, untuk memohonkan para pemimpin agar kelak dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan kejayaan dan kemakmuran.
Melukat Nawa Ratna, dapatkan dikatakan mempunyai makna yang sama dengan Melukat Prabu.
Selain melukat berdasarkan upacaranya, juga terdapat melukat untuk membersihkan diri secara sekala dan niskala melalui tempat suci seperti Tirtha Empul, Sebatu dll. Dan jika ingin melukat yang lebih sederhana dirumah bisa dengan melukat menggunakan Bungkak Nyuh Gading. Dewasa yang baik adalah pada Rahina Purnama.
Semoga dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama.
Jika ada pemangku akan lebih gampang, bilang saja sama mangkunya ingin melukat karena ada beberapa pura yang melukatnya dilakukan oleh pemangku langsung. Kalau sendiri sangat mudah sekali sembahnyang dulu di dekat mata air atau aliran air itu mohon pensucian agar air tersebut diberi daya kekuatan untuk membersihkan sarira kita.
Setelah itu jika waktu sembahyang tadi mengahturkan air percikan air tersebut ke air yang mau kita gunakan untuk melukat / mandi ....setelah selesai lakukan muspa / sembahyang lagi. Demikian dikutip dari salah satu komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara.
Juga dijelaskan dalam adat dan budaya, melukat bertujuan untuk pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia yang dilaksanakan pada hari baik (dewasa ayu) sebagai tradisi yang sudah dilakukan oleh umat Hindu di Bali secara turun temurun dan masih terus dilakukan sampai saat ini.
Adapun makna dari upacara Melukat ini, dalam setiap diri manusia mempunyai sifat buruk dan kotor, jadi sifat itu yang harus disucikan dan dibersihkan kembali. Ada berbagai cerita kenapa upacara melukat ini dilakukan:
Konon, ketika di zaman dulu Ida Pedanda Sakti juga menggunakan klungah/bungkak kelapa gading untuk memperlancar proses ritual Beliau.
Kisah Dewi Uma yang dikutuk dan menjelma menjadi mahluk menyeramkan, ditempatkan di setra gandamayu dan diberi nama Ra Nini, lalu muncul Batara Guru yang menyusup ke dalam diri Sadewa untuk menyucikan Ra Nini, dan mengembalikan Dewi Uma dalam wujudnya semula. Kemudian Dewi Uma mengajarkan cara membersihkan segala noda dan kejahatan.Kisah Bima saat diutus Drona/Dorna untuk mendapatkan air suci, lalu taktik Duryodana untuk menjebak Bima namun Bima justru bertemu dengan Mahadewa dalam wujud anak kecil yang menuturkan kerahasiaan air suci atau kesucian sebuah tirtaitu.
Kisah Meng Bekung yang menemukan telor raksasa saat dia pergi kehutan lalu di bawa pulang ke rumah, saat direbus untuk dijadikan lauk, telur tersebut menetas bukannya matang/masak dari telur yang menetas itu keluar seorang manusia berbadan setengah ular, lengkap dengan sisiknya ternyata telor raksasa tersebut adalah perujudan rasa malu Sang Hyang Siwa dan Dewi Uma, yang melakukan hubungan asmara di langit, untuk menutupi rasa malu akibat perbuatan mereka keduanya menjelma menjadi ular bermahkota dan meninggalkan sebutir telur. Saat terjadi petaka/musibah dikerajaan tempat Meng Bekung berasal dan sudah tidak dapat diatasi dengan cara apapun lalu seorang Rsi mendapatkan wangsit untuk melakukan persembahan dan korban tersebut adalah manusia setengah ular, atas perintah dari Rsi tubuh manusia ular tersebut dipotong-potong untuk di jadikan ‘caru’ (korban), lalu potongan tubuh itu dibuang ke berbagai penjuru arah mata angin. Usai melakukan upacara itu tiba-tiba Sang Hyang Siwa muncul dan mengembalikan wujud manusia setengah ular itu menjadi utuh yang menjelma menjadi lelaki tampan dan kemudian memberi petunjuk mengenai prinsip pecaruan jagat.
Dari kisah ini lalu muncul nama daun sudamala, daun pohon yang terkena noda darah dari manusia ular saat potongan tubuhnya dilempar ke berbagai arah mata angin, lalu kain sudamala yaitu kain Bali yang digunakan sebagai alas saat tubuh manusia setengah ular dipotong potong, kemudian pisau yang digunakan untuk memotong manusia ular itu dikenal dengan sebutan tiuk sudamala. Daun, Kain sampai tiuk (pisau) sudamala hingga kini menjadi perlengkapan wajib saat ruwatan jagat, pecaruan agung, dan upacara pelukatan.
Dalam upacara Melukat dipersembahkan beberapa sesajen, seperti : prascita dan bayuan. Sementara proses pelukatan bisa dilakukan di : griya, pantai, tempat pemujaan di rumah.
Dari kisah ini lalu muncul nama daun sudamala, daun pohon yang terkena noda darah dari manusia ular saat potongan tubuhnya dilempar ke berbagai arah mata angin, lalu kain sudamala yaitu kain Bali yang digunakan sebagai alas saat tubuh manusia setengah ular dipotong potong, kemudian pisau yang digunakan untuk memotong manusia ular itu dikenal dengan sebutan tiuk sudamala. Daun, Kain sampai tiuk (pisau) sudamala hingga kini menjadi perlengkapan wajib saat ruwatan jagat, pecaruan agung, dan upacara pelukatan.
Dalam upacara Melukat dipersembahkan beberapa sesajen, seperti : prascita dan bayuan. Sementara proses pelukatan bisa dilakukan di : griya, pantai, tempat pemujaan di rumah.
Adapun Proses upacara ini:
- Upacara dipimpin oleh seorang Pemangku, kemudian sesajen yang telah disiapkan diberikan mantra-mantra.Orang yang akan yang akan di upacarai terlebih dahulu di mantrai oleh pemangku.
- Setelah Proses pemantraan selesai orang yang diupacarai tersebut percikan/disiram dilukat (dibersihkan) dengan air buah kelapa gading. (buah kelapa gading untuk upacara ini, diambil yang masih muda dan baru berisi air saja).
- Setelah mandi air kelapa gading, alangkah baiknya juga yang bersangkutan melakukan ritual mandi tempat yang mengandung mata air atau air alami seperti laut, danau, sungai atau tempat tempat pemandian yang diyakini bisa membawa berkah juga dapat membersihkan diri baik lahir maupun batin.
Dengan upacara Melukat ini, umat Hindu di Bali percaya dan mengharapkan seluruh hal hal yang bersifat kotor atau negatif terutama yang berada dalam diri dan pikiran, agar kembali bersih, suci dan berisikan hal-hal yang positif untuk melanjutkan kehidupan di masa yang akan datang.
Melukat menyucikan diri, ketenangan jiwa, pikiran dan kedamaian hati adalah hal yang paling dicari oleh seluruh umat manusia di muka dunia ini. Namun bila semua itu tidak didasari dengan keyakinan bahwa Tuhan yang Maha Esa yang memberikannya maka tidak berarti apa apa.
Upacara Melukat ini sering laksanakan secara beramai ramai, baik oleh sekolah, jawatan, pemerintahan atau pun masyarakat setempat dan diadakan ditempat tempat bersejarah, pura pura, tempat pemandian, laut atau pantai yang ada di Bali, dan merupakan kegiatan wisata adat yang banyak menarik minat wisatawan lokal maupun manca negara untuk menyaksikannya.
Dalam upacara mewinten, melukat juga dilakukan untuk pembersihan diri dari yang akan diwinten dengan sarana air kelapa muda (klungah) yang telah dijadikan Tirtha oleh pendeta / pinandita melalui doa, puja dan mantra weda. Selanjutnya dipercikkan ke ubun-ubun dan badan.
Mantra tirtha melukat disebutkan dapat diucapkan sebagai berikut :
Om Salilam wirnalem toyem, toyem tirthasya bajanam Subhiksa ya samataya, dewanam lisana-sanam. Makurah, nginum, meraup (sebanyak tiga kali), mantra;
Om Pawitram gangga tirthaya, mahabhuta mahodadi Bajra prani maha tirtham, papasanam kalinadem
Posting Komentar